Hati-hati, Bisa Jadi Anda Sudah Korupsi!
Ketika mendengar kata korupsi, yang pertama kali terlintas akan pengertiannya adalah menggunakan/menggelapkan uang negara (atau milik umum dalam ruang lingkup yang lebih sempit) untuk kepentingan pribadi. Hal ini tidak salah, karena memang sesuai dengan pengertian yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia; di sana disebutkan makna dari korupsi adalah: penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Namun seiring dengan perkembangan kondisi politik dan hukum, kata korupsi pun memiliki pengertian yang turut meluas dan berkembang. Saat ini, tidak hanya memakan uang negara saja yang disebut korupsi; segala bentuk perbuatan pejabat publik yang merugikan negara bisa disebut korupsi. Misalnya saja suap-menyuap. Seorang pejabat yang menerima suap agar memenangkan tender proyek tertentu, mungkin saja dia tidak memakan uang negara; namun karena merugikan kepentingan umum maka hal itu dikategorikan korupsi.
Perluasan makna korupsi dalam penerapan hukum menyebabkan perbedaan perluasan makna itu sendiri di setiap negara. Setiap negara? Ya, secara umum kata korupsi memang tetap memiliki makna yang sama, namun dalam penerapan hukum, korupsi memiliki kategori yang tidak sama di setiap negara. Misalnya, di suatu negara memberikan hadiah kepada pejabat publik bisa dikategorikan korupsi dan melanggar hukum, namun di negara lain mungkin saja itu adalah perbuatan legal.
Bagaimana dengan di Indonesia? Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo, UU No. 20 Tahun 2001, Dari 13 pasal, ada 30 macam tindakan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi. Dari 30 tindakan korupsi tersebut, secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- kerugian keuangan negara
- suap-menyuap
- penggelapan dalam jabatan
- pemerasan
- perbuatan curang
- benturan kepentingan dalam pengadaan
- gratifikasi
Nah, dari ketujuh kelompok tersebut bisa kita lihat betapa banyak tindakan sepele yang kelihatannya biasa saja namun menurut undang-undang itu sesungguhnya adalah bentuk korupsi. Masih mau ‘damai‘ dengan polantas saat kena tilang? Masih mau memberi uang pelicin kepada petugas catatan sipil saat mengurus kartu keluarga? Masih mau memberi uang tips saat anda selesai mengurus surat tertentu di kantor camat? Seharusnya tidak lagi, karena semua itu adalah bentuk-bentuk tindakan korupsi. Namun, apa mau dikata? Bukan rahasia lagi, tanpa uang pelicin kita akan kesulitan untuk mengurus ini itu di instansi-instansi. Bahkan yang lebih ironis, seseorang justru akan merasa tidak enak jika belum ‘mengucapkan terima kasih’ kepada petugas instansi dengan memberinya uang tips. Kalau sudah begini, ini salah siapa?
Leave a Reply