Gunakanlah Bahasa yang Baik, Meski Tidak Benar
Saat belajar Bahasa Indonesia di sekolah, kita selalu diajari untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dulu sih, saya setuju-setuju saja dengan hal itu. Tapi sekarang? Saya tidak sepenuhnya setuju dengan hal itu.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar memang diharuskan saat membuat tulisan resmi atau saat berpidato dalam forum resmi. Tapi dalam hal lain? Dalam kehidupan sehari-hari, kan tidak lucu jika kita mengobrol dengan teman menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Misal seorang anak bertanya pada ayahnya, “Mengapa ayah tidak bersedia mengantarkan saya ke rumah teman?” Cobalah kalimat model seperti itu saat mengobrol dengan ayah anda. Meskipun susunan kalimatnya adalah benar menurut EYD, tapi apakah itu kalimat yang baik? Sebaliknya, sudah pasti terasa aneh bagi yang mendengarnya. Siapapun pasti setuju hal itu.
Dalam berkomunikasi, tidaklah diharuskan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, meskipun itu adalah bahasa persatuan kita. Kita hanya diharuskan menggunakan bahasa yang baik, jadi tidak diharuskan menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak diharuskan menggunakan bahasa yang benar. Bisa dibayangkan, jika kita berkomunikasi dengan orang yang tinggal di pelosok desa terpencil, yang hanya mengerti bahasa daerah mereka, tentu saja Bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang baik bagi mereka.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh sasarannya (pendengar/pembaca) tanpa terasa aneh apalagi menyinggung. Bahasa yang baik bagi orang-orang yang tinggal desa terpencil, tentu saja adalah bahasa daerah mereka. Untuk masalah ini, saya rasa semua orang setuju kan? Selanjutnya, kita akan bahas masalah kedua…
Di sekolah, kita sering diberi contoh tulisan-tulisan salah yang dikutip dari surat kabar. Saya setuju, tulisan-tulisan itu memang salah menurut EYD. Tapi apakah itu bisa disalahkan? Saya pernah membaca di buku mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengkritik tulisan di surat kabar yang memuat tulisan (kurang lebih) begini: “Pencuri itu berhasil ditangkap.” Buku itu menyalahkan kalimat itu karena ‘ditangkap’ bukanlah suatu keberhasilan. Dalam hal ini yang berhasil adalah penangkapnya, bukan pencurinya. Pencuri manapun tidak akan pernah berusaha untuk ditangkap. Memang kritik ini benar. Tapi nyatanya kalimat model ini hampir setiap hari kita jumpai. Apakah itu kalimat yang salah? Ya, itu adalah kalimat yang salah. Tapi apakah itu kalimat yang tidak baik? Saya yakin, tidak ada yang bingung dengan kalimat seperti itu. Semua orang bisa langsung memahaminya. Dengan begitu, saya anggap itu adalah kalimat yang baik.
Lalu bagaimana seharusnya bahasa yang digunakan di media? Surat kabar, televisi, blog, atau apapun itu, tetaplah harus mengacu pada kaidah EYD. Mengapa saya sebut mengacu, bukan mengikuti? Karena kalau mengikuti kita akan terjebak pada kekakuan, tapi mengacu akan menghindarkan kita pada kesalahan fatal namun tetap pada suasana yang santai. Mengapa saya memilih menggunakan judul Siapa Bilang Bintang Berkelip? di salah satu artikel saya? Tentu saja, bagi saya itu lebih baik dibandingkan Siapa yang Berkata bahwa Bintang Berkelip?, meskipun tidak lebih benar.
Mungkin ada yang bilang kalau pengabaian penggunaan bahasa yang benar akan berakibat merusak bahasa itu sendiri. Lihat saja anak-anak alay yang dengan begitu gamblangnya merusak Bahasa Indonesia. Tapi apa kita bisa menyalahkan orang yang menulis SMS dengan kata-kata yang disingkat? Toh, dari dahulu pun sudah diajarkan dalah pelajaran Bahasa Indonesia tentang menulis telegram dengan kata-kata yang disingkat. Itulah mengapa saya katakan, saat menulis hendaknya kita mengacu pada EYD, tidak harus mengikuti.
Kesimpulan
Bagi saya, bahasa yang baik adalah bahasa yang bisa dimengerti oleh semua sasaran, tidak terasa aneh dan menyinggung, dan mengacu pada kaidah EYD. Dalam hal ini, kata-kata yang digunakan tidaklah harus ada/sesuai dengan yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun penulisan dan tanda bacanya tetap harus sesuai dengan aturan penulisan EYD.
Benar banget sob (betul sekali teman), semestinya kita berbahasa sesuai dgn bahasa teman bicara kita. Kayaknya akan lebih mengakrabkan.