Angka Nol dan Al-Khuwarizmi
Siapa sih yang tidak mengenal angka nol? Semua yang bisa membaca tulisan ini pasti tahu angka nol. Angka nol dipakai untuk melambangkan bilangan nihil atau tak bernilai. Angka ini juga dipakai untuk melambangkan bilangan puluhan yang tak memiliki satuan (misalnya 10, 20. 30), ratusan yang tak memiliki satuan dan/atau puluhan (misalnya 100, 107, 160), dan seterusnya. Bayangkan jika tidak ada angka nol, bagaimana cara menuliskan lambang bilangan?
Dulu kala, penulisan lambang bilangan tidak menggunakan angka nol. Misalnya orang Romawi menggunakan X untuk menulis bilangan sepuluh, C untuk seratus, M untuk seribu, dan seterusnya.
Penulisan Angka Romawi
Penulisan Angka China/Jepang:
Angka nol adalah sesuatu yang relatif baru, karena nyatanya angka tersebut baru dibuat pada Abad ke-9 Masehi. Meskipun demikian, sejatinya angka nol memiliki sejarah yang panjang.
Sejarah Angka Nol
Tahun 4000 SM, bangsa Sumeria menggunakan spasi untuk melambangkan kekosongan pada angka. Pada masa Babylonia, penulisan bilangan digambar-kan dengan simbol yang berbeda antara satuan dan puluhan, jadi tidak menggunakan angka nol. Meskipun saat itu sudah muncul ide untuk menyatakan ketiadaan, namun itu bukan merupakan angka, hanya menyatakan jumlah yang tidak ada. Kemudian mereka pun mulai menggunakan simbol spesifik untuk melambangkan angka nol, tapi hanya di tengah angka, tidak digunakan di akhir angka. Tentu saja ini tidak bisa digunakan untuk operasi matematika.
Simbol untuk menandakan angka nihil pun sudah ada pada peradaban suku Maya di Benua Amerika pada Abad ke-4 Masehi. Pada kalender Maya, angka kosong dilambangkan dengan gambar cangkang. Tapi tetap saja, itu bukan angka, hanya lambang dari ketiadaan.
Pada Abad ke-7, seorang matematikawan India, Brahmagupta, memberikan tanda titik di bawah angka untuk melambangkan nol. Selain sebagai placeholder yang hanya mewakili ketiadaan, dia juga menyatakan bahwa nol merupakan angka.
Ide-ide ini dikembangkan oleh Muhammad ibn Musa Al-Khuwarizmi, yang kemudian memperkenalkan angka nol dan sistem bilangan desimal seperti yang kita kenal sekarang. Selain membuat angka nol, Al-Khuwarizmi juga menggunakannya dalam operasi matematika yang ditulisnya dalam buku Al-Kitāb Al-Mukhtaṣar fī Hisāb Al-Jabr wal-Muqābala, yang kemudian dikenal dengan aljabar.
Selain aljabar, karya besar Al-Khuwarizmi selanjutnya adalah aritmetika. Dia menulis buku Al-Hisāb Al-Hindī dan Al-Jam’ wa’l-Tafriq Al-Ḥisāb Al-Hindī. Untuk trigonometri, Al-Khuwarizmi juga menulis buku Zīj al-Sindhind yang memuat fungsi trigonometri sinus dan cosinus. Dia membuat tabel sinus dan cosinus yang akurat, dan juga tabel tangen yang pertama.
Tidak hanya matematika, Al-Khuwarizmi juga berperan besar dalam dunia astronomi, geografi, termasuk menulis tentang Kalender Yahudi.
Dalam kelanjutannya, buku-buku Al-Khuwarizmi diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin dan bahasa lainnya. Penggunaan nol dan angka Arab pun menyebar. Pada tahun 1202, Fibonacci dari Italia mengembangkan algoritma dalam bukunya yaitu Liber Abaci yang kemudian menjadi acuan sistem perhitungan utama. Pemerintah yang khawatir sistem ini akan mengubah perhitungan secara luas, kemudian melarangnya. Namun para pedagang tetap menggunakan angka nol, yang dalam Bahasa Arab adalah sifr dalam pesan-pesan rahasia. Ini adalah asal kata dari chiper, yang berarti kode / pesan rahasia.
Pengaruh karya-karya Al-Khuwarizmi begitu besar bagi dunia matematika hingga teknologi modern saat ini. Penggunaan angka nol pada sistem bilangan desimal kemudian memunculkan sistem bilangan lainnya, seperti bilangan biner, oktal, dan heksadesimal. Penggunaan bilangan biner tidak diragukan lagi pentingnya dalam dunia teknologi. Sampai saat ini, bahasa biner adalah satu-satunya bahasa yang bisa menghubungkan komunikasi manusia dengan komputer. Bahasa pemrograman dibuat berdasarkan ini dan tentu saja untuk membuatnya harus menggunakan algoritma yang tepat.
Algoritma? Mungkin sebagian besar dari kita baru mengenal nama Al-Khuwarizmi. Tapi siapa yang tidak pernah mendengar kata algoritma? Ya, Al-Khuwarizmi dan Algoritma tidaklah beda. Nama Al-Khuwarizmi diserap ke dalam Bahasa Latin menjadi Algorithmi, Bahasa Inggris menjadi Algorithm, yang kemudian dalam Bahasa Indonesia menjadi Algoritma.
Leave a Reply